Monday, August 30, 2010

A Letter from a friend

Yang saya ceritakan padamu adalah hal paling jujur yang pernah saya katakan. Tak perlu ada nama, apa dan kenapa. Tidak perlu berkenalan. Tidak perlu pertanyaan. Yang saya butuhkan adalah didengarkan. Saya harap kamu mengerti. Ini adalah cara saya menyembuhkan diri. Berbagi dengan orang asing.

Hari ini saya rindu ayah. Bukan, dia bukan meninggal. Bukan juga cerai. Ayah dan ibu masih berhubungan. Dengan jalan berbeda. Ada sesuatu hal yang tidak pernah saya mengerti kenapa bisa terjadi. Yang akhirnya membuat ayah memutuskan pergi dan tinggal berbeda tempat dengan kami.

Pernah berbulan-bulan kami tidak bertemu sama sekali. Atau bahkan bertahun-tahun mungkin. Saya lupa. Yang jelas sudah lama sekali kami tidak bercengkrama. Sampai berberapa bulan lalu, ayah kembali berkunjung ke rumah. Dan yang saya lihat adalah seorang bapak dengan kulit mulai terlihat kendor. Ayah sudah terlihat tua sekarang. Rambutnya tidak serapi dulu, entah ayah keramas atau tidak. Kulitnya hitam, kusam. Entah mandi atau tidak. Tubuh yang asalnya gemuk, sekarang kurus. Penampilannya parah sekali. Saya harus mengecek berkali-kali apakah ini ayah atau bukan. Dan… pakaiannya… ya ampun… kenapa ayah bau pesing??

Kamu tau? Ini adalah perasaan saya yang paling hancur kedua kalinya yang pernah saya rasakan. Yang pertama? Tentu saja saat ayah keluar dari rumah.

Ayah menatapku hangat, penuh kasih. Tatapan yang sama saat kami masih berkumpul dalam satu rumah. Ternyata dia masih ayah saya yang dulu.

Sejujurnya saya ingin memeluk, menangis di bahunya dan berteriak : jangan pergi lagi. Tapi disana ada ibu. Saya takut ibu tersinggung. Saya tidak pernah lupa bagaimana menderitanya ibu atas apa yang ayah lakukan, bagaimana kerasnya ibu berjuang seorang diri menyekolahkan anak-anaknya. Walau ibu tidak pernah dendam pada ayah, tapi saya takut ibu terluka kalau tahu perasaan saya.

Manusia yang paling saya rindu ada di depan mata tapi tidak satupun kalimat “rindu” keluar dari mulut ini. Tidakkah itu sakit? Setelah kejadian itu, hampir setiap malam saya menangis tak terkendali. Mengingat hidup ayah yang berubah drastis. Bahkan katanya ayah tidak punya tempat tinggal lagi dan tidur di sembarang tempat. Saya ingat ayah paling suka mendengarkan musik. Ayah suka lagu-lagu barat jaman dulu. Beruntung karena dia cukup pintar berbahasa Inggris. Selain itu, ayah juga suka dangdut. Suaranya juga merdu, mirip Mansyur S. Adakah yang di luar sana yang menyimak cerita saya dan tertawa mendengar semua ini? Tertawalah, caci makilah. Katakan norak, kampungan atau apapun. Karena kalau tiba saatnya kalian yang menjadi saya, kalian tidak akan sanggup tertawa.

Dan kamu tau? Ternyata saya mendapatkan cara mengobati rindu pada ayah. Saya download lagu-lagu Mansyur. S dan selalu saya dengarkan ketika saya kangen ayah. Padahal semua orang tau saya ini anti dangdut. Tapi, kamu tidak pernah tau rasanya jadi saya. Meskipun ayah pernah jahat pada kami, keluarganya, tapi apapun akan saya lakukan untuk merasa dekat dengan ayah. I LOVE U DADDY

Oh ya, terima kasih untuk kamu dan kalian yang telah berbagi. Semoga pengalaman saya memberi arti.

No comments:

Post a Comment